Siang itu, Hero pulang dari sekolah dengan berjalan kaki. Tak ada kendaraan yang mengantar atau menjemputnya seperti biasa. Ya, karena Ayah dan Ibunya sedang pergi ke balai desa untuk menghadiri acara. Mau tak mau Hero harus menempuh perjalanan lima belas menit lebih lama. Bukan Hero tak mau naik angkot atau becak, tetapi Hero lebih memilih menyisihkan sisa uang saku miliknya untuk membeli mainan. “Ugh…panas sekali sih!” Hero mengelap keringatnya. Masih separuh perjalanan lagi menuju rumah.
Dan Hero tinggal berjalan sendiri sebab beberapa temannya sudah berpisah arah masing-masing. Melihat jalan setapak yang masih cukup panjang untuk dilalui, Hero memutuskan untuk berbelok ke kanan. Di benaknya akan istirahat sebentar di sebuah sungai kecil dekat jalan setapak ini.
Akhirnya, Hero segera melepas sepatu dan kaus kaki begitu melihat air sungai yang mengalir tak seberapa deras. Kesegaran sangat dirasakan ketika Hero menangkupkan kedua tangan dan membasuhkan ke wajahnya. Belum genap seluruh wajahnya terbasuh, ada yang menarik perhatiannya. “Apa itu?” Batin Hero. Mencoba mendekat pada sebuah batu besar yang terletak di tengah sungai. Ia mengamatinya. “Surat?” Ia ambil sepucuk surat berwarna merah.
Tak tertutup rapat, salah satu bagiannya terbuka. Tanpa menunggu Hero mengambil isi yang ada di dalamnya. “Hah? Apa ini?” Hero asing dengan ketiga benda di tangannya. Bulu ayam, ya semacam bulu ayam yang ujungnya lancip. Ada juga sebuah botol kecil berisi cairan kental berwarna hitam. Dan selembar kertas putih.
Hero memutar pandangannya, mencari siapa tahu ada orang yang bisa dia tanyai tentang keberadaan benda-benda ini, tak ada. Kemudian Hero kembali ke bawah pohon rindang yang ia tuju saat tiba di sungai tadi. Ia bersandar, sambil tangannya memegang benda temuannya. Ia berpikir dan bertanya-tanya.
Mengapa ada surat kosong di tempat ini? Siapa yang memiliki? Belum selesai dengan keingintahuannya, datang seseorang pria bertubuh tegak dari balik pepohonan. Dengan setelan baju safari. Seperti pakaian orang jaman dulu. Belum sempurna mengamati Hero terkejut. Tubuhnya bersiap mengambil langkah seribu, namun dihentikan oleh pria itu. “Tunggu.” Tubuh Hero mematung antara ketakutan, penasaran dan juga kepanikan. “Itu milikmu.” Kata Pria itu sambil menunjuk benda penemuannya. Hero menggeleng, “Bukan. Saya tadi menemukan di sana.” Tunjuknya pada sebuah batu. “Sekarang itu milikmu.” Lanjut Pria itu kemudian.
Hero membisu, bingung atas perkataan Pria itu. Dia mengamati benda-benda yang masih dalam genggamannya. “Bagaimana bapak tahu kalau ini menjadi milik saya?” Hero memberanikan diri bersuara. “Buka dan bacalah.” Pria tersebut tersenyum dan berjalan melewati Hero, pergi.
Tanpa menunggu Hero membuka kembali surat warna merah tersebut. Hero juga teringat bahwa di dalamnya ada selembar kertas putih kosong. Mata Hero membelalak, mendapati kertas putih itu tak sekosong tadi.
“Pemuda.. lanjutkanlah perjuanganku,perjuangan kami. Bangkitlah, bangun jiwa juangmu demi kehormatan Negerimu. Bongkar kebiasaan lamamu, Hiduplah searah dengan sejarah, maju terus. Bukan hidup di masa lalu, diam di masa sekarang dan hilang di masa depan.. Berlakulah, wahai pemuda.. Maka kau akan menjadi pemimpin terdepan. Menulislah, maka kau tak akan pernah hilang dalam sejarah. Abadikan namamu dalam jejak perkembangan dunia. Melalui karya, tenaga dan kata. Sehingga kau tak kan pernah dilupakan, jadilah Hero dalam masa dan tempatmu. Karena aku, kami merindukan Pemuda yang berjiwa Hero. Biarkan, terdahulumu menjadi sejarah yang detik ini nyaris tak dikenali oleh Pemuda dan pemudimu. Hero jadilah Hero di dalam hidup dan hatimu.. Pastikan mereka mengenalmu dengan kebaikan serta perjuanganmu menapaki dunia.”
Yang bisa kita contoh dari sifat Hero
Kejujuran, karna kejujuran itu sangat penting.
"Jujurlah pada diri sendiri, hal tersebut akan membukakan pintu apapun." :)
Comments
Post a Comment